Rabu, 29 April 2015

Aku bukan detektif #3

Detektif Jack


Hari ini,
Waktunya untuk memakamkan ayah. Jasad ayah yang telah terotobsi memberikan beberapa petunjuk. Aku sengaja membiarkan mereka mengotobsinya. Karena ayah pernah bilang, "Andai kelak aku mati, jangan sia-siakan jasadku. Pergunakanlah untuk mencari petunjuk. Karena ku yakin, suatu saat nanti pasti akan ada penjahat yang mengincarku." Saat itu aku hanyalah seorang bocah polos.

Aku tertunduk menatap tanah tempat ayah dikuburkan. Seseorang dari belakang merangkulku, "Oy, jangan sedih dong." Katanya, aku pun menepis tengannya dan menatapnya. Dia tampak tak lebih tua dari ayahku.

"Aku akan temukan pelakunya, akan aku balas dengan hukum." Kataku.

Dia tersenyum dan menoleh ke arah nisan ayahku, "Edo, anakmu benar-benar seperti kamu dulu." Serunya. Aku bertanya-tanya dalam hati, siapakah dia. Dia kembali menatap ke arahku, "Aku Jack, teman ayahmu." Dia tersenyum lebar, "Dan aku adalah Detektif."

"Lalu? Ada perlu apa denganku?"

"Kamu sekarang akan tinggal denganku." Jelasnya.

Ya, kini aku tinggal dengannya di apartemennya yang mewah. Aku terduduk di ruang tamu, tak lama kemudian Jack mendatangiku dengan membawa dua gelas coklat panas. "Kamu nggak lagi diet kan?" Tanyanya setengah bercanda.

"Buat apa cowok diet?" Tanyaku balik.

"Ya nggak tau ya, aku gak pernah ingin diet soalnya. Haha." Dia tertawa. Aku merasa aneh didekatnya, postur tubuhnya bagus, gak terlalu besar dan gak terlalu kecil. "Ok, apa kamu ada acara malam ini?" Tanyanya.

"Nggak." Jawabku singkat.

"Ya sudah kalo begitu, aku mau bertemu dengan seseorang soalnya. Kamu berani kan disini sendirian?"

"Tentu saja."

"Ya udah, aku tinggal pergi kalau begitu." Dia pun pergi. Dan aku? Aku diam-diam mengikutinya. Meninggalkan dua gelas coklat panas yang masih tersisa.

Dia duduk sendiri di sebuah kafe dekat apartemen dan aku duduk tak jauh dari tempatnya mengawasi. Tak lama kemudian ada seseorang mendatanginya, dia Nani. Aku sempat tertegun melihatnya. Lama mereka berbicara di sana. Kemudian dari pergerakam mereka, aku tau kalau mereka saling berpamitan. Lalu aku bergegas kembali ke apartemen.

Aku kembali duduk di sofa ruang tamu, "Bagaimana? Info apa saja yang kamu dapatkan?" Tanyanya.

Aku tertegun mendengarnya, "Info apa?" Tanyaku sekenanya.

Dia meneguk coklat panasnya tadi yang sudah dingin, "Aku tau kamu menguntit, kamu nggak bisa bohongi insting Detektif. Perlu sepuluh tahun lagi kamu baru bisa menguntitku tanpa sepengetahuanku." Jelasnya, "Apa kamu benar-benar ingin jadi Detektif." Tanyanya.

"Aku.." Kataku singkat.

Dia tersenyum, "Jadi apa saja ilmu yang kamu dapatkan dari ayahmu."

Aku mengingat kembali pesan-pesan ayahku dulu, "Kalau sudah gak ada petunjuk, mending ngadain meet n greet saja. Pasti disana banyak cewek cantik." Ya itulah kata yang ku ingat, "Ayo kita adakan meet n greet!" Seruku.

"Wah bagus, kamu mempelajarinya dengan cepat." Serunya. Sepertinya dia juga pria hidung belang seperti ayahku.

Aku hanya meneguk coklat panasku yang sudah dingin itu hingga habis.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar